服务承诺
资金托管
原创保证
实力保障
24小时客服
使命必达
51Due提供Essay,Paper,Report,Assignment等学科作业的代写与辅导,同时涵盖Personal Statement,转学申请等留学文书代写。
51Due将让你达成学业目标
51Due将让你达成学业目标
51Due将让你达成学业目标
51Due将让你达成学业目标私人订制你的未来职场 世界名企,高端行业岗位等 在新的起点上实现更高水平的发展
积累工作经验
多元化文化交流
专业实操技能
建立人际资源圈Dilema_Auditor_Internal
2013-11-13 来源: 类别: 更多范文
PERANAN AUDITOR INTERNAL DAN DILEMA ETIKA
(Fariyanti, Staf Pengajar Jurusan Akuntansi)
PENDAHULUAN
Dalam lima puluh tahun terakhir ini kita melihat internal auditing muncul dari status profesional yang secara relatif sangat jauh dari berkembang menjadi salah satu bagian utama, dilihat dari ukuran dan tingkatan kontribusinya bagi dunia “Auditing”. Oleh Bou-Raad (2000), peranan auditor internal berubah dari pendekatan audit tradisional ke pendekatan nilai tambah yang lebih proaktif untuk menjadi partner manajemen. Secara rasional, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan seorang auditor internal menjadi bernilai bagi pihak manajemen.
Perkembangan baru dari usia kontemporer, secara prinsip muncul dari diakselerasikannya harapan baru dari lingkungan sosial, telah ditekankan pada organisasi/ perusahaan mereka, dewan direktur dan auditor eksternal independen. Secara umum permintaan ditujukan pada standar lebih tinggi dari integritas dan tanggungjawab kepada tindakan yang berorientasi lingkungan sosial. Banyak pihak menuntut adanya perilaku etis seorang auditor internal sebagai seorang profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Meskipun dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya tersebut, terkadang seorang profesional, termasuk auditor internal menghadapi situasi yang menjadikan dia berada dalam dilema etika.
Paper ini akan menguraikan peranan auditor internal dalam organisasi/ perusahaan dan dilema etika yang dihadapi oleh internal auditor dalam melaksanakan kewajibannya sebagai auditor suatu organisasi/perusahaan.
AUDITING
Definisi audit yang terkenal adalah definisi dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yaitu: “Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan” (Abdul Halim, 2003).
Oleh Abdul Halim (2003), definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:
1. Proses yang sistematis
Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur dan terorganisir.
2. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Hal ini berarti bahwa proses sistematis yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Kemudian auditor mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh tersebut. Baik saat penghimpunan maupun pengevaluasian bukti, auditor harus obyektif. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu atau entitas yang membuat representasi tersebut.
3. Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut. Untuk audit laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan manajemen melalui laporan keuanga
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asersi-asersi meliputi informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan operasi internal dan laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban pada suatu perusahaan. Jadi asersi atau pernyataan tentang tindakan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses akuntansi. Proses akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.
4. Menentukan tingkat kesesuaian
Hal ini berarti penghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif.
5. Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk mempertimbangkan asersi-asersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum atau standar akuntansi keuangan, aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislatif atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen.
6. Menyampaikan hasil-hasilnya
Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi hasil audit tersebut dapat memperkuat ataupun memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat.
7. Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi investor maupun calon investor di pasar modal, pemegang saham, kreditor maupun calon kreditor, badan pemerintahan, manajemen dan publik pada umumnya.
Dari uraian di atas, maka Abdul Halim (2003) menyimpulkan bahwa ada tiga elemen fundamental dalam auditing, yaitu:
1. Seorang auditor harus independen
2. Auditor bekerja mengumpulkan bukti untuk mendukung pendapatnya.
3. Hasil pekerjaan auditor adalah laporan.
Auditor yang ditugaskan untuk mengaudit tindakan ekonomi atau kejadian untuk entitas individual atau entitas hukum pada umumnya diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok (Abdul Halim,2003), yaitu:
1. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan. Auditing ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang bekerja di BPKP dan BPK. Di samping itu, ada auditor pemerintah yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Tugas auditor perpajakan ini adalah memeriksa pertanggungjawaban keuangan para wajib pajak baik perseorangan maupun yang berbentuk organisasi kepada pemerintah.
2. Auditor Independen (Akuntan Publik)
Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, badan-badan pemerintahan, maupun individu perseorangan. Di samping itu auditor juga menjual jasa lain yang berupa konsultasi pajak, konsultasi manajemen, penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan keuangan, serta jasa-jasa lainnya. Auditor independen bekerja dan memperoleh penghasilan yang dapat berupa fee per jam kerja. Hal ini sama seperti pengacara yang melakukan jasa konsultasi hukum yang berupa fee per jam konsultasi. Meskipun demikian ada perbedaan penting di antara keduanya. Auditor independen sesuai sebutannya, harus independen terhadap klien pada saat melaksanakan audit maupun saat pelaporan hasil audit. Auditor independen menjalankan pekerjaannya di bawah suatu kantor akuntan publik.
3. Auditor Internal
Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan tugas audit. Seorang auditor internal melakukan tugas auditing internal yang merupakan suatu kontrol organisasi yang mengukur dan mengevaluasi efektivitas organisasi. Auditor ini digaji oleh organisasi/perusahaan dimana dia bekerja. Pada bagian berikutnya akan diuraikan lebih rinci mengenai auditor internal. (Abdul Halim, 2003)
AUDITOR INTERNAL
Menurut CIPFA - The Chartered Institute of Public Finance and Accountancy (2000), definisi auditor internal (internal audit) adalah: “an independent appraisal function established by the management of an organisation for the review of the internal control system as a service to the organisation. It Objestively examines, evaluates and reports on the adequacy of internal control as a contribution to the proper, economic, efficient and effective use of resources” .
Seorang auditor internal akan melakukan tugas internal auditing. Internal auditing itu sendiri didefinisikan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA) sebagai: “an independent appraisal activity established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization. The Objective of internal auditing is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties” (Strawser & Strawser, 2001).
Ada dua aspek dari auditing internal ini. Pertama, auditor internal adalah karyawan yang bekerja memberikan service kepada organisasi/perusahaan yang mereka audit. Kedua, fungsi utama yang dikinerjakan oleh auditor internal adalah memberikan service kepada organisasi/perusahaan (manajemen puncak dan direktur). Jadi seorang Auditor internal bertanggungjawab terhadap pengendalian intern perusahaan demi tercapainya efisiensi, efektivitas dan ekonomis serta ketaatan pada kebijakan yang diambil perusahaan. Selain itu juga bertanggungjawab untuk selalu memberikan rekomendasi atau saran kepada pihak manajemen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi auditor internal adalah membantu manajemen dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Auditor internal berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan. Dan hasil pekerjaan auditor internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen.
PERANAN AUDITOR INTERNAL DALAM ORGANISASI/PERUSAHAAN
Internal auditor membantu anggota/karyawan lainnya dari organisasi/perusahaan dalam memenuhi kewajiban mereka dengan memberikan laporan, analisis, dan nasehat kepada berbagai materi. The Statement of Responsibilities of Internal Auditors mengindikasikan bahwa luasnya auditing internal meliputi beberapa aktivitas, yaitu:
1. Melakukuan review reliabilitas dan integritas informasi keuangan
2. Melakukan review sistem yang dibangun untuk meyakinkan sesuai dengan kebijakan, perencanaan, hukum dan aturan yang berdampak signifikan terhadap operasi dan pelaporan dan menentukan apakah organisasi telah sesuai dengan beberapa materi.
3. Melakukan review sebagai alat yang digunakan organisasi untuk melindungi asset.
4. Menilai dengan ekonomis dan efisien dimana sumber daya digunakan oleh organisasi
5. Melakukan review operasi atau program organisasi untuk menentukan apakah hasilnya konsisten dengan objektifitas dan goal/tujuan. (Statement on Auditing Standard no. 65, AICPA, 1991 , bersumber dari buku Strawser,2001)
Kekuasaan dan tanggungjawab seorang auditor internal seharusnya didasarkan kepada APB Guideline, dengan memenuhi atribut kunci di mana auditor internal menunjukkan hal seperti independensi dan rekruitmen untuk mereview dan melaporkan mekanisme pengendalian internal perusahaan.
Esensi untuk internal auditing yang efektif adalah:
1. Independence
Seorang internal auditor seharusnya mempunyai independensi di lingkungan status organisasi dan berkepribadian yang objektif dimana menunjukkan pemenuhan kewajiban yang selayaknya
2. Staffing and Training
Unit audit internal seharusnya ditempatkan dalam jumlah, tingkatan, qualifikasi dan pengalaman, mempunyai perhatian kepada tanggungjawab dan objektif. Auditor internal seharusnya telah dilatih untuk memenuhi seluruh tanggungjawabnya.
3. Relationships
Auditor internal seharusnya mencari bentuk hubungan kerja yang konstruktif dan saling memahami dengan manajemen, auditor eksternal dan dengan siapapundan dimanapun, dan dengan komite audit.
4. Due Care
Auditor internal seharusnya penuh perhatian dalam memenuhi tanggung-jawabnya.
5. Planning, Controlling and Recording
Auditor internal seharusnya secara cukup telah merencanakan, mengendalikan dan melakukan/merecord pekerjaan dengan baik.
6. Evaluasi sistem pengendalian intern.
Auditor internal seharusnya mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem pengendalian intern organisasi sebagai dasar untuk melaporkan atas adequacy dan effectiveness
7. Evidence
Auditor internal harus mengambil bukti yang cukup, relevan dan dipercaya untuk membuat kesimpulan dan rekomendasi yang masuk akal.
8. Reporting dan Follow-up
Auditor internal seharusnya meyakinkan bahwa penemuan, kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dari setiap kegiatan audit internal telah dikomunikasikan secara baik kepada tingkatan manajemen yang berhubungan dan secara aktif mencari respon. Hal ini seharusnya menjadi keyakinan bahwa aransemen yang dibuat untuk memfollow up rekomendasi audit untuk mengawasi tindakan apa yang akan diambil terhadap mereka. (CIPFA, 2000)
Hillison et. al (1999) dalam papernya menyimpulkan bahwa banyak atensi/harapan yang diberikan pada peran auditor independen dalam mendeteksi kecurangan, tetapi auditor internal mempunyai posisi terbaik untuk mencegah, menghalangi dan mendeteksi kecurangan. Implementasi dari SAS no. 82 dan penggunaan Private Securities Litigation Reform Act telah meningkatkan pentingnya peranan dan tanggungjawab auditor internal dalam menghalangi, mendeteksi, menginvestigasi dan melaporkan kecurangan. Auditor internal harus menjadi sinyal pada situasi dan lingkungan yang memungkinkan meningkatnya kecurangan karyawan.
Secara umum, peranan auditor internal menjadi sangat penting pada masa sekarang. Hasil kinerja seorang auditor internal dapat diterima dengan baik oleh publik, apabila auditor internal tersebut menunjukkan perilaku yang beretika.
ETIKA PROFESIONAL
Etika (Ethics) diturunkan dari kata “ethos” yang berarti “karakter”. Nama lain dari etika adalah Moralitas (moralty), dimana arti latinnya adalah “Custom(kostum/pakaian)”. Moralitas difokuskan pada kriteria “benar” dan “salah” dari perilaku manusia. Maka etika selalu diwakili dengan pertanyaan bagaimana tindakan orang terhadap seseorang lainnya (Boynton, 2001).
Setiap profesi tanpa terkecuali sangat memperhatikan kualitas jasa yang dihasilkan. Profesi Auditor Internal juga memperhatikan kualitas audit sebagai hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa profesi auditor dapat memenuhi kewajibannya kepada pemakai jasanya. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit adalah ketaatan auditor terhadap kode etik, yang terrefleksikan oleh sikap independensi, obyektifitas, integritas dan lain sebagainya.
Etika profesional meliputi standar sikap para anggota profesi yang dirancang agar praktis dan realistis, tetapi sedapat mungkin idealistis. Tuntutan etika profesi harus di atas hukum tetapi di bawah standar ideal (Absolut) agar etika tersebut mempunyai arti dan berfungsi sebagaimana mestinya. (Abdul Halim, 2003)
Menurut Boynton et.al. (2001), seseorang selalu dikonfrontasikan dengan perlunya membuat pilihan antara konsekuensi bagi diri mereka sendiri atau pihak lain. Terlalu sering suatu dilema etika muncul. Di mana sesuatu yang dianggap baik oleh satu pihak, belum tentu dianggap baik oleh pihak lainnya. Etika umum dihubungkan dengan beberapa pertanyaan yang mendefinisikan apakah yang baik bagi seorang individu dan lingkungan sosialnya, dan mencoba menjelaskan kewajiban yang dimiliki seseorang dan lainnya.
Dilema etika ini juga muncul dalam profesi seorang auditor internal. Secara ideal, auditor internal seharusnya melaporkan kepada karyawan organisasi dengan status yang cukup/memadai untuk menjamin pemenuhan audit secara luas dan dengan pertimbangan yang cukup untuk memberikan tindakan dalam penemuan dan rekomendasi mereka. Sebagai tambahan auditor internal seharusnya mempunyai akses langsung dan melaporkan secara teratur kepada dewan pimpinan organisasi/perusahaan, komite audit atau pemilik/manajer. Dilema etika terjadi pada auditor internal ketika loyalitas menjadi membingungkan. Sebagai contoh, auditor internal yang merupakan karyawan perusahaan, dalam melakukan audit, mereka terancam dengan penurunan pangkat atau pemecatan akibat dari pelaporan informasi kepada pimpinan perusahaan/dewan komisaris, yang mencerminkan mengenai kesalahan manajemen.
Near dan Miceli dalam artikel Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994), menemukan bahwa direktur audit internal organisasi/perusahaan secara umum menpunyai kepuasan kerja yang tinggi dan komitmen organisasi, nilai yang serupa dengan manajemen puncak, merasa tindakan pelanggaran secara memadai ditunjukkan, dan hal positif tentang peranan komite audit menolong mereka memenuhi misinya.
Disebabkan tidak universalnya kumpulan standard atau perubahan kode etik dapat menjelaskan point untuk membenarkan pilihan perilaku dalam seluruh situasi, beberapa etika dibuat untuk mengembangkan rerangka bagi pembuatan keputusan etis secara umum. Boynton et.al. (2001) memberikan rerangka langkah-langkah yang dapat membantu memberikan pilihan etika yang baik dalam berperilaku, sebagai berikut:
1. Memperoleh fakta yang relevan dengan keputusan.
2. Identifikasi isu etika dari fakta tersebut.
3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh dengan keputusan dan bagaimana caranya.
4. Identifikasi alternatif pembuatan keputusan.
5. Identifikasi konsekuensi setiap alternatif.
6. Membuat pilihan etika.
Secara konsep keanggotaan seorang dalam suatu lembaga profesi dapat membantu untuk memecahkan dilema etika. Lembaga profesi menyediakan petunjuk bagi profesional dalma tindakan yang tepat untuk diambil. Petunjuk ini dapat dihasilkan dari kode etik, standar kinerja atau konsultasi dengan anggota profesional. Petunjuk bagi seorang auditor internal agar dapat bertindak etis, dengan menjadi seorang anggota suatu badan profesi. Secara internasional, badan profesi yang membawahi auditor internal adalah the Institute of Internal Auditors (IIA). Badan ini membuat kode etik dan standar bagi anggotanya.
Komponen dasar dari kode etik IIA adalah sebagai berikut:
1. Members shall exercise honesty, objectivity and diligence in performing their duties.
2. While members should exhibit loyalty to those for whom they are rendering services, they shall not knowingly participate in any illegal or improper activities.
3. Members shoud no engage in acts discreditable to the proffesion of internal auditing or their organization.
4. Members should refrain from activities that may be in conflict with the interest of their organization or prejudice their to objectively discharge their duties.
5. Members shall not accept anything of value from individuals in their organization that may impair their professional judgment.
6. Members should only undertake services they can complete with professional competence
7. Members shall comply with Standards for the Professional Practice of Internal Auditing.
8. Members shall not use confidential information for personal gain or in any manner contrary to the welfare of their organization.
9. Members shall reveal all material facts known to them when reporting on their work.
10. Members shall strive for improvement in their proficiency and the effectiveness of their services.
11. Members shall maintain the high standards of competence, morality, and dignity promulgated by the IIA and abide by the Bylaws of the IIA.
(Source: Institute of Internal Auditors (IIA), Code of Ethics (Altamonte Springs, FL,:IIA,1992) , (Strawser & Strawser, 2001)
IIA standards diperbaharui dan diinterprestasikan oleh Statements on Internal Auditing Standards (SIAS). Standar bagi auditor internal adalah:
1. INDEPENDENCE; Internal auditors should be independent of the activities they audit
2. PROFESSIONAL PROFICIENCY; Internal audits should be performed with proficiency and due professional care.
3. SCOPE OF WORK; The scope of the internal audit should encompass the examination of internal control and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.
4. PERFORMANCE OF AUDIT WORK; Audit work should include planning the audit, examining and evaluating information, communicating results, and following up on work performed.
5. MANAGEMENT OF THE INTERNAL AUDIT DEPARTMENT; The director of internal auditing should properly manage the internal audit department.
(Source: IIA Standards) , (Strawser & Strawser, 2001)
Walaupun seorang auditor internal telah menjadi seorang anggota dari badan profesi seperti IIA, yang telah mempunyai kode etik dan standar yang semestinya harus dipenuhi, tetapi belum dapat dipastikan seorang mematuhi aturan tersebut. Dan tersedianya aturan tersebut belum dipastikan akan menyelesaikan permasalahan dilema etika yang terjadi dalam lingkungan kerja seorang auditor internal.
Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah ketaatan secara sukarela terhadap kode etik IIA secara signifikan akan mempengaruhi persepsi etis anggotanya. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa:
1. Meskipun susunan kata dalam kode etik IIA, masih perlu diperbaiki, sebagian besar anggota merasa hal itu sangat berguna dalam menyelesaikan dilema etika yang terjadi.
2. Kode etik IIA secara positif mempengaruhi persepsi etika anggotanya.
3. Kode etik IIA mempengaruhi persepsi etis anggota lebih daripada faktor lain, seperti filosofi etika pribadi atau lingkungan organisasi/perusahaan.
Hasil penelitian ini secara keseluruhan mengindikasikan bahwa Kode etik IIA merupakan hal penting yang sangat mempengaruhi persepsi etis anggotanya, dan akibatnya, pengauditan internal memperoleh status profesional dengan hormat dalam menggunakan kode etika untuk menuntun perilaku anggotanya.
Akan tetapi dalam kesimpulan yang dibuat oleh Lutz Preuss (1998) menyatakan bahwa kode etika dalam akuntansi merupakan hal penting tetapi bukan alat terakhir yang cukup dapat ditujukan pada konflik moral, maka perlu menekankan pengembangan moral seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa kode etika bukan satu-satunya yang dapat memberikan masukan dalam dilema moral/etika.
Penelitian yang dilakukan oleh Weizhong dan Shourong (1970) menyatakan bahwa organisasi audit internal seharusnya menjadi suatu penggabungan independensi, authoritativeness dan efisiensi. Independensi dan authoritativeness didasarkan pada efisiensi. Kedua hal tersebut tidak perlu dilakukan untuk set up suatu organisasi audit internal jika tidak ada efisiensi. Independensi dan authoritativeness dapat meyakinkan efisiensi suatu audit internal. Hanya saat disatukannya independensi, authoritativeness dan efisiensi, akan menjadikan organisasi audit internal menjadi lebih diperlukan dan dapat menunjukkan efisien secara tinggi
KESIMPULAN
Auditing yang dilakukan seorang auditor baik auditor pemerintah, auditor independen auditor Internal, pada dasarnya merupakan suatu pekerjaan yang berperan penting dalam mendeteksi suatu kesalahan dalam suatu proses bisnis yang dilakukan organisasi/perusahaan.
Seiring dengan perkembangan jaman, auditor internal mempunyai peranan yang semakin penting dalam organisasi/perusahaan. Independensi, Staffing dan training, relationships, due care, planning, controlling dan recording, evaluasi sistem pengendalian intern, pengumbulan bukti, pelaporan sampai follow-up, merupakan esensi yang harus dilakukan oleh seorang auditor internal untuk menjadikan internal auditing effisien. Dengan peranannya yang secara aktif ditingkatkan menjadi lebih baik, auditor internal sangat membantu organisasi/perusahaan dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadinya kecurangan.
Auditor internal dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tidak terlepas dari keharusan mempunyai perilaku yang beretika, tetapi auditor internal juga menghadapi dilema etika yang disebabkan kebingungan memilih antara status sebagai seorang karyawan perusahaan atau status sebagai seorang anggota badan profesi yang mempunyai kode etika dan standard profesi yang harus dipatuhi.
Banyak penelitian mengenai dilema etika seorang auditor internal. Beberapa menyebutkan bahwa bahwa dilema etika dapat diatasi dengan kepatuhan seorang profesional terhadap kode etika dan standard profesinya. Tetapi juga kode etik bukan merupakan satu-satunya alat untuk mengatasi dilema etika tersebut. Auditor internal tetap harus memadukan independensi, authoritativeness dan effisiensi untuk meyakinkan suatu internal auditing telah dijalankan dengan baik.
Harapan di masa yang akan datang, paling tidak peranan auditor internal semakin besar dalam menentukan kesuksesan suatu perusahaan, tentunya dengan menunjukkan kemampuan dan perilaku yang beretika. Paling tidak dilema etika tidak akan terjadi lagi, apabila seorang auditor internal mempunyai kesadaran dan kemampuan untuk membuat pilihan penyelesaian pada suatu kasus tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bou-Raad, Giselle, “Internal Auditors and A Value-added Approach: The New Business Regime”, Managerial Auditing Journal 15/4, 2000
Boynton William C, Raymond N. Johnson dan Walter G. Kell, Modern Auditing 7 th, John Wiley and Sons, Inc, 2001
CIPFA, The Chartered Institiute of Public Finance and Accountancy, Code of Practice; for Internal Audit in Local Government in The United Kingdom, CIPFA, 2000
Hillison, William, Carl Pacini dan David Sinason, “The Internal Auditor As Fraud-buster”, Managerial Auditing Journal 14/7, 1999
Halim, Abdul, Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan) 3rd, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Desember 2003
Preuss, Lutz, “On Ethical Theory In Auditing”, Managerial Auditing Journal 13/9, 1998
Strawser, Jerry R. dan Robert H. Strawser, Auditing: Theory and Practice 9 ,th , Dame Thomson Learning, 2001
Weizhong, Chen dan Sun Shourong, “Unification of independence, authoritativeness and efficiency – organizational form of internal audit”, Managerial Auditing Journal 12/4,5 ,1997
Ziegenfuss, Douglas E. dan Anusorn Singhapakdi, “Professional Values and the Ethical Perseptions of Internal Auditors”, Managerial Auditing Journal, Volume 9 No. 1, 1994

